Autisme atau autism spectrum disorder (ASD) adalah gangguan perilaku akibat kelainan perkembangan saraf otak yang memengaruhi cara anak berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Lantas, seperti apa ciri-ciri autisme (autis) pada anak usia dini?
Ciri-ciri Autisme pada Anak Usia Dini
Menurut ahli tumbuh kembang anak, gejala autisme sudah mulai terlihat sejak usia anak kurang dari satu tahun. Atau, bisa juga anak semula normal tetapi tiba-tiba pada usia 1-1,5 tahun berubah menjadi diam dan cuek. Maka itu, diagnosis ciri autisme dapat dimulai sejak anak berusia setahun.
Secara umum, orang tua bisa mengamati ciri-ciri anak autis dari tiga aspek utama, yaitu dari keterampilan sosial atau interaksi, kemampuan komunikasi, dan perilaku. Berikut rincian ciri autisme pada anak yang perlu Mama dan Papa perhatikan:
1. Tidak Merespon Ketika Namanya Dipanggil
Salah satu ciri autisme yang paling umum pada anak adalah gangguan komunikasi dan interaksi sosial.
Autisme pada anak dapat ditandai dengan mimik datar atau tidak memunculkan reaksi ketika namanya dipanggil, juga tidak ada respon emosi timbal balik seperti tersenyum.
Hal ini juga berlaku pada bentuk komunikasi nonverbal lainnya seperti mengerutkan wajah hingga melambaikan tangan. Bahkan ketika Mama mencoba memanggil namanya sambil melakukan sentuhan fisik, seperti mengusap bahu atau menggelitik perutnya.
Ahli berpendapat bahwa hal ini dipengaruhi oleh ketidakmampuan atau kesulitan anak dengan autisme untuk membedakan berbagai macam suara yang bercampur aduk.
Seharusnya, kemampuan mengenali namanya sendiri sudah dicapai anak pada usia 6 bulan. Terlebih lagi jika Mama yang memanggilnya.
2. Menghindari Kontak Mata
Ciri khas autisme lainnya adalah kurang kontak mata. Anak yang terdiagnosis memiliki autisme umumnya menghindari kontak mata dengan orang lain.
Pada anak-anak lain, kontak mata dan kemampuan mengenali orang-orang di sekitar akan tercapai ketika memasuki usia 2 bulan. Setelah semakin besar, anak biasanya menggunakan kontak mata sebagai salah satu cara untuk berkomunikasi secara nonverbal dengan orang-orang di sekitarnya, terutama pada Mama.
Misalnya ia melihat ke arah Mama, lalu beralih ke arah cangkir susu, kemudian beralih ke Mama lagi untuk mengatakan “Aku ingin minum susu.”
Namun, sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak dengan autisme merasa kesulitan untuk memperhatikan dan mengkoordinasikan dua sumber masukan sensorik sekaligus. Hal ini membuat si Kecil menghindari kontak mata saat ia juga harus memproses informasi atau memproses stimulus yang lain.
3. Tidak Menunjuk
Anak dengan kondisi autisme juga umumnya sangat jarang menunjuk (pointing) pada benda yang ingin ia perlihatkan atau inginkan. Baik dengan jari telunjuk, seluruh tangan, maupun dengan menyentuh permukaan benda yang dimaksud.
Padahal wajarnya si Kecil akan mulai menunjuk pada benda yang diinginkan sebagai cara berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya mulai usia 15 bulan.
Selain tidak menunjuk, si Kecil juga tidak pernah mengangkat benda menggunakan tangannya untuk ditunjukkan pada Mama. Ia hanya akan menjatuhkan benda tersebut di tangan atau di pangkuan Mama, kemudian pergi.
Baca juga: Global Development Delay pada Anak: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya
4. Sangat Kesal Ketika Tidak Suka Suatu Hal
Anak dengan autisme biasanya akan menunjukkan reaksi yang sangat kuat ketika ia tidak menyukai suatu hal seperti bau, bentuk, suara, tekstur, rasa, atau pemandangan tertentu.
Hal ini disebabkan oleh sensitivitas berlebih terhadap suatu stimulus sensorik (sensory sensitivities) sehingga hal-hal yang menurut Mama masih dalam cakupan normal mungkin menyakiti panca indra si Kecil.
Jadi, ketika si Kecil oversensitif terhadap stimulasi suara, kemungkinan ia akan menjadi sangat tidak menyukai keramaian dan menjadi sangat kesal, tertekan, hingga merasa gelisah berlebihan ketika harus berada di tempat ramai sambil menutup telinga dan tak mau disentuh.
Sementara jika oversensitif terhadap tekstur atau sensasi, misalnya, lantai berkarpet bulu, anak bisa menunjukkan kekesalannya dengan jalan jinjit.
5. Bergerak secara Repetitif
Bergerak secara repetitif yang dikenal juga dengan istilah stimming turut menjadi salah satu ciri khas dari autisme.
Anak yang memiliki autisme biasanya melakukan gerakan tubuh yang berulang, seperti:
-
Menjentikkan jari.
-
Mengepakkan tangan.
-
Menggoyangkan tubuh ke depan dan ke belakang sambil duduk atau berdiri.
-
Menekan tombol.
-
Mendengarkan suara atau musik yang sama berulang kali.
Apabila Mama menjumpai perilaku ini, alangkah baiknya segera membawa si Kecil untuk melakukan skrining. Apalagi jika stimming yang dilakukan si Kecil sifatnya berbahaya seperti terus menggigit jari atau membenturkan kepala ke tembok.
6. Terobsesi dengan Sesuatu
Anak yang kelak didiagnosis dengan autisme umumnya menunjukkan perilaku obsesif pada suatu hal yang mereka sukai.
Minat anak dengan autisme biasanya terbatas dan terfokus pada hal kecil, seperti menutup pintu. Ketika sedang terobsesi dengan pintu, mungkin ia akan membuka dan menutup pintu secara berulang. Atau mungkin ia akan berlari ke tempat-tempat baru untuk mencoba membuka dan menutup setiap pintu yang ada.
Beberapa anak mungkin akan memiliki obsesi yang sama hingga mereka dewasa. Namun, ada juga yang berganti-ganti obsesi. Mungkin bulan ini ia terobsesi pada kereta namun 2 minggu kemudian obsesinya berganti pada flush toilet.
Baca juga: Anak Sering Sakit? Mungkin Karena Gizi Asupan Gizinya Tidak Seimbang
7. Tidak Berbicara Sebanyak Anak Lain
Pada kondisi autisme, gejala yang muncul juga dapat berupa gangguan komunikasi verbal dan nonverbal meliputi anak tidak bicara, terlambat bicara, hingga tata bahasanya aneh dan sulit dimengerti.
Menurut penelitian, sebanyak 25-30% anak dengan autisme berbicara kurang dari 30 kata atau tidak berbicara sama sekali.
Ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebabnya antara lain adalah apraxia of speech, suatu kelainan yang memengaruhi jalur otak tertentu sehingga membuat anak tidak dapat mengucapkan apa yang ingin mereka katakan secara benar.
Contohnya, anak mungkin akan mengatakan “mobil” untuk menyampaikan keinginannya mengajak Mama jalan-jalan dengan mengendarai mobil. Namun, ketika ditanya ingin kemana, umumnya ia tidak akan bisa menjawab. Jadi, ia nampak seperti anak yang lebih pendiam atau malu.
8. Mengulangi Ucapan Orang Lain
Ciri anak autis selanjutnya adalah echolalia, yaitu kondisi anak mengucapkan kata-kata yang didengar dari orang lain secara berulang-ulang tanpa mengetahui arti dari kata tersebut.
Jadi ketika Mama mengucapkan, “Ayo tidur,” anak akan ikut mengucapkan, “Ayo tidur” secara berulang daripada pergi ke kamar untuk tidur.
9. Kesulitan Bermain Peran
Bermain peran atau pretend-play adalah bermain menggunakan imajinasinya untuk berpura-pura menjadi sesuatu yang berbeda seperti superhero, dokter, koki, kucing, raksasa, atau tokoh-tokoh lainnya.
Nah, anak yang kelak terdiagnosa autisme umumnya kesulitan untuk bermain peran secara spontan dan alami ketika usianya sudah 48 bulan.
Mungkin si Kecil bisa bermain peran ketika diminta. Namun perilaku yang ditunjukkan saat bermain peran mungkin hanya meniru contoh yang diberikan, bukan hasil aktualisasi ide yang ada di dalam kepala mungilnya.
10. Kesulitan Berteman
Bukan hanya kesulitan bermain peran, umumnya anak yang terdiagnosa autisme juga kesulitan dalam menjalin pertemanan hingga terlihat tidak menaruh minat terhadap teman.
Hal ini dipengaruhi oleh perilaku, minat, dan aktivitas anak yang sifatnya sangat terbatas dan repetitif.
Ia suka bermain dengan mainan atau benda tertentu dengan cara yang sama setiap waktu. Apabila caranya diubah atau diganggu, ia akan menunjukkan reaksi ketidaksukaan yang kuat.
Kapan Harus Skrining Perkembangan Anak?
Diagnosis autisme memerlukan proses skrining khusus dari dokter ahli di bidangnya. Demi menegakkan diagnosis, tahapan yang perlu dilalui adalah menjalani skrining perkembangan anak normal atau nipissing.
Dokter bisa menggunakan ESAT (Early Screening Autistic Trait) pada anak berusia sekitar satu tahun untuk mencari kecurigaan terhadap gejala ASD atau autism spectrum disorder, sementara pada anak berusia 18-30 bulan bisa menggunakan M-CHAT.
Tes diagnostik autisme ini hanya bisa dilakukan oleh dokter. Jadi apabila Mama mencurigai tanda-tanda autisme yang telah disebutkan di atas atau merasa ada sesuatu yang salah pada perkembangan si Kecil, langsung bawa si Kecil ke dokter spesialis anak kepercayaan untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.
Selain itu, orang tua juga harus mengenali sejumlah tanda bahaya atau red flags perkembangan anak, antara lain jika:
-
Di usia 12 bulan si Kecil tidak melakukan babbling atau ocehan yang tersusun dari suara dari huruf vokal dan konsonan.
-
Tidak menunjuk sesuatu yang jauh.
-
Tidak mengeluarkan kata-kata yang berarti pada umur dua tahun seperti “mama” dan “papa”.
-
Tidak menoleh saat dipanggil namanya dari belakang atau samping pada usia 6 bulan.
Yang perlu dipahami, autisme adalah gangguan perilaku pada anak yang sangat kompleks. Maka untuk menentukan apakah si Kecil mengalami gangguan spektrum autisme atau tidak, jangan pernah melakukan self-diagnosis hanya berdasarkan informasi di atas.
Sebab, beberapa ciri tertentu mungkin mengindikasikan masalah kesehatan lain di luar autisme. Misalnya jika anak tidak menoleh saat dipanggil, mungkin ada kecurigaan gangguan pendengaran yang juga harus diperiksakan.
Baca juga: Perkembangan Kognitif Anak dan Cara Stimulasinya
Namun bila si Kecil sudah menunjukkan gejala walau belum bisa didiagnosis sebagai autis, ia tetap harus segera mendapatkan terapi. Sebab, terapinya akan berlangsung lebih mudah dan hasilnya jauh lebih bagus.
Penanganan dini yang tepat dapat membantu efektivitas pengobatan. Meski memang tidak ada obat yang bisa menyembuhkan autisme secara tuntas, tapi penanganan gejala lebih dini dapat membantu meningkatkan kualitas hidup anak.
Apabila Mama ingin berkonsultasi lebih lanjut mengenai tumbuh kembang si Kecil, Mama dapat berkonsultasi secara langsung dengan tim Nutriclub Expert Advisor yang siap 24/7 menjawab pertanyaan dan kekhawatiran Mama.